Langsung ke konten utama

Indonesia Bisa Menjadi Negara Paling Strategis di Asia: Inilah Alasannya.



Kawasan Indo-Pasifik telah menjelma menjadi kawasan paling relevan secara geopolitik di dunia. Negara adidaya semacam Amerika Serikat, Tiongkok, India, Jepang dan Australia mengelilingi kawasan ini, sehingga menjadikan kawasan ini sebagai pusat kebijakan keamanan mereka.

Karena itu, daerah yang paling krusial di kawasan ini adalah Asia Tenggara, dimana pada aspek politik dan geografis terletak salah satu negara paling strategis di dunia yakni Indonesia. Negara di pusat dunia modern. Terdapat tiga alasan utama yang menjelaskan akan kebangkitan negara-negara Asia Tenggara, pertama, sentralitas Indonesia di jalur laut global. Kedua, peranan penting diplomasi Asia Tenggara dalam keseimbangan rivalitas kekuatan AS – Tiongkok. Ketiga, potensi militer Indonesia.

Asia Tenggara bukan hanya sebagai pusat geopolitik, namun pintu gerbang utama bagi alur kabel internet bawah laut antara Eropa – Asia seperti kabel SeaMeWe-3 yang menghubungkan Korea Selatan ke Belgia. Sebagian besar negara terhubung melalui beberapa kabel laut karena memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap gangguan dan penyadapan daripada kabel di darat.

Mengapa Indonesia menjadi pusat geopolitik global? Serta apa artinya bagi masa depan?

Jawaban sederhana terhadap pertanyaan ini adalah geografi. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar, terbentuk dari lebih dari 16.000 pulau yang tersebar luas lebih dari 3 Juta juta persegi.

Indonesia hanya terdiri dari 5 pulau utama, yakni Sumatera, Jawa, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi dan setengah dari Papua. Ini adalah negara yang sangat besar, membentang lebih dari 3.000 juta (atau sekitar 4.800 KM) dan mengunjungi 3 zona waktu.

Itu sekitar jarak yang sama dari Kota New York, AS ke Lisbon, Portugal. Perbatasan darat mencakup Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, sementara tetangga lainnya termasuk Singapura, Filipina, Australia dan Kep. Andaman dan Nikobar di India.

Negara ini merupakan negara terpadat keempat di dunia dengan lebih dari 270 Juta penduduk, dimana 150 Juta diantaranya menetap di Pulau Jawa, pulau berpenduduk terpadat di dunia.

Ibu Kotanya sendiri, Jakarta, menyumbang sekitar 10 Juta penduduk. Ukuran dari Indonesia menghadirkan tantangan unik, yang perlu ditanyakan adalah bagaimana alam membentuk nilai strategi dari Indonesia? Nilai strategis pertama Indonesia terletak pada posisi sentralnya di jalur laut global.

Secara khusus, chokepoint bertindak sebagai pintu gerbang yang menghubungkan dan berpotensi sebagai akses antara Samudera Hindia dan Pasifik.

Sebagian besar perjalanan perdagangan antara Samudera Hindia dan Pasifik melewati sebagian atau seluruhnya melalui perairan teritorial Indonesia. Nilai strategis ini tidak hanya karena adanya banyak chokepoint yang tersebar di seluruh jalur laut.

Rupanya, dimanapun perjalanannya, semua akan bermuara melalui empat chokepoint tersebut pada siklus perjalanan mereka.

Dimana rute dimulai dari Teluk Persia yang kaya akan minyak menuju Eropa akan berlayar melalui Selat Malaka.

Kapal antara Asia dan Afrika pada umumnya berlayar melalui Selat Sunda, sementara kapal tanker dan kapal berukuran besar lainnya lebih memilih perairan yang lebih dalam semacam di Selat Lombok dan Ombei-Wetar.

Diperkirakan sekitar 50% perdagangan global melewati jalur laut ini. Misalnya, diperkirakan 80% impor minyak Tiongkok melewati Selat Malaka dan angka tersebut meningkat menjadi 90% untuk Jepang dan Korea Selatan.

Dengan pasar dan peran Asia dalam perdagangan internasional terus meningkat, peran strategis Indonesia dalam perdagangan maritim dunia akan terus meningkat.

Namun, terdapat dua ancaman yang menyusuri perairan ini, yang mana sebenarnya mendorong Indonesia untuk semakin aktif menjaga perairan tersebut. Pertama, selat tersebut rentan akan keberadaan perompakan. Kedua, meningkatnya mobilitas kapal pesiar di perairan tersebut mengakibatkan kepadatan kapal pesiar, yang mana hanya akan terus meningkat.

Peraturan dan kontrol lintas wilayah yang ketat membuat perairan ini relatif aman dan dapat diakses hingga saat ini.

Namun, dengan meningkatnya konsumsi domestik di seluruh negara Asia, maka lintas pelayaran diperkirakan akan menjadi tantangan tersendiri bagi perairan ini. Saat ini, Selat Malaka merupakan salah satu chokepoint terpenting di dunia. Sekitar 10.000 kapal melewati selat ini setiap tahunnya, tetapi perairan yang relatif dangkal membatasi ukuran kapal yang dapat berlayar di selat tersebut.

Untuk kapal yang lebih besar, satu-satu alternatif lainnya terdapat pada chokepoint di wilayah perairan Indonesia. Alternatif terdekat adalah Selat Sunda, yang terletak di antara Pulau Sumatera dan Jawa.

Perairan ini memiliki lebar 15 mil dan panjang 50 mil, serta telah melayani 3.500 kapal dan 15 juta metrik ton kargo per tahunnya.

Rute ini menawarkan alternatif yang lebih aman untuk kapal tanker yang berukuran lebih besar.

Dengan alasan itu, ini adalah perairan yang lebih popular dibanding perairan alternatif lainnya, dengan rata-rata 3.900 kapal per tahun, dengan nilai total USD 40 miliar.

Alternatif ketiga adalah Selat Ombei-Wetar yang terletak di antara Pulau Timor dan Wetar. Perairan yang sangat menguntungkan ini menguntungkan kapal minyak yang berukuran besar. Indonesia memiliki peran penting dalam perdagangan lintas laut dunia, selatnya. Peran gerbang ini penting dalam menjelaskan mengapa AS dan Tiongkok telah beralih ke Jakarta untuk mencari sekutu dalam persaingan geopolitik yang sedang berlangsung.

Sebagai pusat dari kawasan Indo-Pasifik, Indonesia berada dipersimpangan kepentingan global yang terkadang bertentangan antara satu sama lain.

Sejauh ini, Indonesia merupakan negara paling berpengaruh di kawasan. Tiongkok telah mendorong perluasan pengaruh ekonomi dan diplomasi melalui “Belt and Road Initiative” (BRI) sejak 2013.

Berhubung, jalur darat Tiongkok terbentang melalui Asia Tengah, jalur maritim mencakup seluruh Asia Tenggara hingga Timur Tengah dan Afrika.

Dari pihak Tiongkok, penting adanya untuk melibatkan Asia Tenggara dengan BRI, baik karena Beijing berupaya menciptakan kerusakan lingkungan dan keamanan yang menguntungkan di perbatasannya atau untuk meningkatkan klaim teritorialnya di kawasan tersebut, terutama di Laut Cina Selatan yang sangat diperebutkan.

Tiongkok telah menjadi mitra dagang terbesar Indonesia sejak 2013.

Pada tahun 2019, perdagangan antar keduanya mencapai nilai sekitar 73 miliar USD, mencatatkan 43% dari seluruh perdagangan luar negeri Indonesia.

Sebagai perbandingan, nilai tersebut setara dengan nilai gabungan antara AS, Jepang dan India. Kebangkitan kekuatan ekonomi dan militer Tiongkok semakin meningkat elastisitas keseimbangan kekuatan global menuju Asia.

AS telah berfokus pada Timur Tengah untuk sebagian besar dari akhir 1990-an dan 2000-an, sehingga komitmen ke Asia Tenggara melalui hubungan yang berkelanjutan dengan Australia, Jepang dan Filipina.

Ini sebagian besar berubah sejak pemerintahan Obama, yang kemudian didukung oleh pemerintahan Trump dan Biden. Oleh karena itu, Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara Asia Tenggara yang menerima lampu hijau dari Dep. Luar Negeri AS untuk dapat menerima peperangan dari AS.

AS juga mengadakan banyak latihan militer dengan Indonesia, termasuk yang terbaru yakni “Garuda Shield 2021”, yang merupakan latihan terbesar antara kedua negara. Kepentingan kekuatan asing yang saling bertentangan menjadi suatu kebiasaan bagi Asia Tenggara karena kawasan kian menjadi fokus agenda dari kekuatan besar global yang diinginkan mengembangluaskan pengaruh antara satu sama lain.

Indonesia yang strategis dan vital, berada pada posisi utama untuk memanfaatkan momentum realita ini, mengingat perannya terus berkembang seiring dengan waktu.

Namun, Indonesia perlu meningkatkan kemampuannya agar tidak dijadikan boneka ditengah persaingan kekuatan asing.

Jika konflik antara AS dan Tiongkok terjadi di kawasan tersebut, pengamanan kerjasama Indonesia dapat membimbingka n peraturan dan keseimbangan kawasan.

Secara potensial, Indonesia memiliki ukuran dan geografi yang menguntungkan untuk menjadi kekuatan regional maritim yang besar.

Terdapat dua kebijakan utama yang membentuk landasan strategis kemaritiman Jakarta. Pertama, Poros Maritim Dunia (PMD), sebuah rencana nyata pemerintah untuk meningkatkan kekuatan maritim nasional.

Kedua, Visi Nasional (Wawasan Nusantara), sebuah gerakan budaya yang berupaya mendukung identitas kepulauan nasional Indonesia.

Poros Maritim Dunia (PMD) merupakan kebijakan Presiden Joko Widodo. Kebijakan ini esensial untuk mempererat nilai strategis

Indonesia di antara Samudera Hindia dan Pasifik, dan bertindak sebagai katalisator dalam membangun dominasi maritim utama di kawasan.

Dari lima pilar yang diatur dalam PMD, 3 diantaranya fokus pada urusan dalam negeri, sementara 2 lainnya tekanan pada perluasan kerjasama maritim dengan negara lain dan peningkatan kemampuan angkatan laut.

Angkatan Laut Indonesia yang dikenal sebagai TNI AL, telah melancarkan perubahan besar melalui “minimun essential force”, yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai “Green Water Navy” pada tahun 2024.

Indonesia sendiri memiliki zona ekonomi eksklusif terbesar ke-6 di dunia, dengan lebih dari 6 juta kilometer persegi ruang udara untuk dipatroli, dengan ini ancaman keamanan utama bagi Indonesia adalah mengelola wilayah dan populasinya yang sangat besar.

Di luar masalah nasional dan diplomasi, realita ini memakan ongkos yang besar. Seperti contoh, penangkapan ikan ilegal diperkirakan merugikan ekonomi Indonesia sekitar 3 miliar USD per tahun, sementara perompak di perairan Indonesia dinilai sekitar 20% dari total serangan perompakan global pada tahun 2017.

Perompakan di laut juga telah merambah ke luar keamanan nasional dari Indonesia, hingga mempengaruhi dan menjadi masalah utama hubungan antara Jakarta dan Australia selama bertahun-tahun. Banyak analis setuju bahwa Indonesia tidak memiliki wadah yang dapat dilakukan pengawasan mendasar pada perairan internalnya yang luas.

Alasan utamanya adalah kurangnya kemampuan militeristik yang mumpuni yang tidak terlepas dari kebijakan bebas aktif dari pemerintah. Misalnya, Indonesia menggunakan peralatan militer dari NATO, Rusia hingga Tiongkok.

F-16 dari AS beroperasi bersama SU-30 dan SU-27 dari Rusia dan UAV CH-4 dari Tiongkok. Semua alutsista menggunakan suku cadang yang berbeda, menyebabkan penggunaan pada tingkat operasional menjadi rumit dan mahal. Biaya ini tidak dapat ditanggung oleh TNI AL karena keterbatasan anggaran, sehingga mendorong diadopsinya kebijakan memprioritaskan peningkatan minor pada kapal yang semakin tua.

Misalnya, sebagian besar armada kapal terdiri dari 5 Fregat Ahmad Yani yang dibangun sekitar tahun 1960-an di Belanda. Penambahan terbaru dalam armada kapal perang adalah Korvet yang sudah lama tidak digunakan dari Korea Selatan. Dengan ini, “Green Water Navy” yang dikemukakan akan menyelesaikan masalah-masalah tersebut, mengidentifikasi negara secara internal dan memungkinkan

Indonesia mengolah pengaruhnya di kawasan tersebut. Etos nasional dari Indonesia terproyeksi dari kemaritimannya. Wawasan Nusantara, mendorong pembangunan nasional yang terpadu. Negara ini secara fisik terbagi menjadi banyak pulau, kelompok, etnis dan dialek yang berbeda, membuat pembangunan nasional menjadi aspek vital, namun telah lama tertunda sebelumnya.

Pada dasarnya, konsep kepulauan dari Indonesia, terletak pada kemampuan dalam mengelola perairan sekitarnya. Perairan dianggap sebagai jalur yang menghubungkan Indonesia sebagai satu kesatuan pulau yang besar yang saling terhubung. Kurangnya infrastruktur pelabuhan dan investasi pada transportasi yang mumpuni menciptakan kontras antara ekonomi setiap wilayah Indonesia, semakin merugikan ketidaksetaraan antar wilayah, sehingga memicu perpecahan. Upaya Presiden Widodo mengumumkan pemindahan Ibu Kota Negara pada tahun 2019 dari Jakarta, kota metropolitan di Pulau Jawa, dimana 60% populasi. Berpindahnya ibu kota negara memakan biaya yang sangat besar dan tentunya lokasinya tentu bukanlah yang paling aman, mengingat pulau ini tidak hanya relative tidak berpenghuni, namun berbagi dengan dua negara lainnya, yakni Malaysia dan Brunei.

Terlepas dari itu, Presiden Widodo secara langsung menyebut nilai strategis lokasi ibu kota negara baru berupa sentralitas lokasi bagi seluruh Indonesia, yang mana juga sebagai faktor pendorong dipindahnya ibu kota negara.

Sementara waktu, di channel ini, berfokus pada tantangan eksternal dari negara-negara, Indonesia sendiri merupakan negara yang terbentuk oleh perpecahan internalnya.

Dari luar, geografi dari Indonesia tampak menjadikannya salah satu negara paling berpengaruh di dunia, tetapi dalam kenyataannya, geografi ini semakin membatasi perkembangan ekonomi dan politiknya.

Jika Indonesia sepenuhnya dapat menerapkannya, maka Indonesia dapat menjadi kekuatan besar di Asia.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Mobil Amerika Gagal Di Indonesia

Di awal tahun 2016, salah satu merek otomotif terbesar dan tertua di dunia yang dikenal dengan nama Ford Motors mengumumkan hengkang dari Indonesia. Sebuah negara yang memiliki salah satu populasi terbesar di dunia, dan salah satu pasar mobil dengan pertumbuhan tercepat. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan di seluruh negeri nusantara. Apakah Ford Motors gagal menembus pasar otomotif Indonesia? Ataukah pasar Indonesia telah mengecewakan Ford Motors? Pertanyaan ini dilontarkan oleh netizen Indonesia. Pengumuman tersebut bahkan merupakan penarikan segera, yang menyebutkan bahwa pada akhir tahun, Ford Motors akan menutup semua operasinya di negara tersebut, menutup dealer, dan menghentikan penjualan dan impor. Meskipun mungkin ada beberapa alasan mengapa mereka menarik diri dari pasar Indonesia, hal itu tetap menjadi salah satu faktor; kegagalan raksasa Amerika untuk bertahan di salah satu pasar mobil terbesar di dunia. Namun, enam tahun kemudian, Ford Motors akan kembali dan sekali la...